Padang Panjang, Editor.- Sebuah mini booth (kios kecil) penjualan aneka minuman dari susu sapi perah Padang Panjang hadir di Jalan Sudirman pusat kota itu, sejak penghujung Maret 2021. Sajiannya, mulai dari susu sapi murni yang telah dipasteurisasi, susu rasa strowberi dan aneka cita-rasa lainnya, hingga es krim.
Itulah kios terbaru penjualan produk aneka minuman dari susu sapi perah dengan label Serambi Milk yang dikembangkan oleh salah satu kelompok usaha sapi perah di Padang Panjang. Dan itu juga bagian dari perkembangan inovasi kegiatan pemasaran produk industri hilir dari usaha sapi perah Padang Panjang.
Tidak heran, jika Walikota Fadly Amran saat meresmikan mini booth Serambi Milk pimpinan Riduansyah, SE itu, Kamis (31/4), menyambut inovasi tersebut. Sebab, selain menambah serapan tenaga kerja, juga bisa ikut menunjang pemasaran produksi susu sapi perah Padang Panjang ke depan.
Kecuali itu, kata Fadly, produk aneka minuman/makanan dari susu murni sapi perah juga bisa memperkuat salah satu eksistensi Padang Panjang yakni sebagai kota kuliner. Suguhan kuliner itu juga jadi bagian dari daya-tarik peningkatan keramaian kunjungan wisatawan di Padang Panjang.
Bantuan Menkop Bustani (1981)
Referensi Editor, usaha peternakan sapi perah di Kota Padang Panjang mulai tumbuh pada 1981. Waktu itu Menteri Koperasi RI, Bustanil Arifin – yang lahir dan besar di Padang Panjang tersebut – memberi bantuan sapi perah kepada 7 kota/kabupaten di Sumatera Barat (Sumbar), salah satu Kota Padang Panjang.
Perkembangan kemudian usaha itu yang relatif bertahan/berkembang di Padang Panjang, kota pegunungan di ketinggian 650-850 dpl. Populasi sapi perah di kota ini pernah sampai sekitar 500 ekor, produksi sampai kl. 1.700 liter/hari (l/h), angka cukup tinggi ukuran kota kecil dengan sisa lahan 1.600 Ha.
Sekarang per-31 Maret 2021 lalu, seperti diungkap oleh dokter hewan Wahidin Berue, Kabid Nakeswan pada Dinas Pertanian Kota Padang Panjang, jumlah populasi sapi perah di kota ini sekitar 216 ekor. Itu termasuk sapi pejantan dan anak sapi (jantan/betina). Produksi susunya rata-rata 919 liter/hari.
Kenapa perkembangan usaha sapi perah di Padang Panjang masih terbatas, malah menurun? Wahid, sapaan Wahidin Berue, menyebut, pertama karena usaha itu umumnya berada di lahan sewaan. Tidak jarang terjadi, di antara usaha itu terhenti di tengah jalan, karena tanahnya tidak disewakan lagi oleh pemiliknya.
Faktor kedua, terkait pemasaran produksi susu sapi perah itu sendiri, yang terkadang mengalami kemacetan, sebagian bersisa di pasaran. Akibatnya peternak rugi, yang kemudian berakibat berkurangnya minat sebagian petani memelihara sapi perah. Dampak berikutnya, sebagian petani tadi menjual sapinya.
Dari catatan Editor, terkait upaya pemasaran susu sapi perah, Pemko Padang Panjang pernah beberapa kali membantu merintis pemasarannya di Sumbar dan ke Riau. Hasilnya, di Sumbar saja pada 1990-an itu terdapat permintaan lebih dari 3.000 liter/hari (l/h). Di Riau juga ada permintaan ribuan l/h.
Permintaan di Sumbar pada 1990-an itu, seperti dari PT.Semen Padang sekitar 1.000 l/h, Asia Biskuit Padang sekitar 750 l/h, lainnya dari beberapa rumah sakit besar, hotel berbintang, mall, dan bank di Padang. Dari Riau antaralain super market dan Caltex. Pada 2000-an lalu, salah satu dari Coco Mas sekitar 3.500 l/h.
Tapi berbagai permintaan tadi tidak dirialisir. Sebab, syaratnya sesuai perjanjian kontrak jual-beli yang akan diteken sulit terpenuhi. Di antara syaratnya, susu harus higienes, jumlahnya tetap, datang rutin/tepat waktu. Sementara jumlah produksi selain terbatas, produksi juga terpencar di banyak peternak,
Akhirnya, susu sapi perah Padang Panjang itu dijual ke pasar skala kecil, seperti mini market, kedai/café, ke sekolah dan pemukiman warga. Untuk pasar skala kecil, produksi tadi tidak jarang bersisa. Sementara sisanya tidak bisa disimpan lama, karena daya tahan susu hasil pasteurisasi 1-2 hari (kecuali disimpan di lemari es).
Padang Panjang di MoU RI – New Zealand
Karena itu, Pemko Padang Panjang di masa Kepala Dinas Pertanian, Chandra berupaya meningkatkan pengolahan susu ke bentuk susu UHT. Ini terutama untuk pasar ke luar kota dan luar Sumbar, lantaran susu UHT bisa tahan sampai 6 bulan. Sedang susu hasil pasteurisasi untuk pasar lokal.
Program pendirian pabrik susu UHT itu bagian dari program besar yang berhasil diperjuangkan oleh Pemko ke Kementerian Pertanian RI. Program besar itu adalah masuknya Kota Padang Panjang ke dalam perjanjian Pemerintah RI – New Zealand 2013-2023 terkait pengembangan usaha sapi perah di Indonesia.
Dalam perjanjian itu, lokasi pengembangan usaha sapi perah di Jawa Tengah (Jateng) dan Sumatera Barat (Sumbar). Di Sumbar, dalam program itu Padang Panjang sebagai pusat kegiatan. Tujuan bagi Padang Panjang, kota kecil ini akan tampil jadi salah satu pusat produsen susu sapi perah Indonesia dari Sumbar.
Berbarengan perjanjian kerjasama RI-NZ itu, Pemprov Sumbar lewat unit kerja terkait memuat program pengembangan usaha sapi perah itu sebagai salah satu rencana strategis (Renstra) daerah. Pada Renstra itu ada 7 daerah di Sumbar sebagai penunjang usaha sapi perah dengan pusat kegiatan di Kota Padang Panjang.
Kota Padang Panjang ditunjuk jadi pusat kegiatan dalam program pengembangan usaha sapi perah di Sumbar itu, karena; 1.Punya SDM relatif mampu dalam usaha sapi perah, 2.Iklim kota yang cukup mendukung, 3.Usaha sapi perahnya terbesar diluar Pulau Jawa, 4.Sudah punya fasilitas penunjang, seperti Puskeswan, Rearing Unit pemeliharaan anak sapi, dan Rumah Susu dengan peralatan pasteurisasinya.
Aplikasi dari Renstra pengembangan usaha sapi perah di Sumbar itu, Pemprov kemudian mendirikan 1 unit kandang indukan sapi di dekat Puskeswan Padang Panjang. Tujuan pendirian kandang ini, sebagai tempat transit bagi kedatangan sapi-sapi import nantinya sebelum didistribusikan ke 7 daerah di Sumbar itu.
Sementara di Padang Panjang sendiri tindak lanjut dari program kerjasama Pemerintah RI – NZ itu cukup banyak, di antaranya; 1.Kunjungan Konsultan Sapi perah dari New Zealand ke Padang Panjang, 2. Pengiriman peternak sapi perah dan PPL magang ke New Zealand, 3.Dukungan Kementan RI atas rencana pembangunan KPT Padang Panjang, (Tapi program ini belum terwujud, karena kesulitan lahan), 4.Bantuan sapi betina oleh Kementan RI ke Padang Panjang, 5.Kunjungan pejabat Fonterra (asosiasi koperasi usaha sapi perah New Zealand) ke Padang Panjang, 6.Kunjungan Dubes New Zealand untuk Indonesia ke Padang Panjang, 7.Fonterra jadi donatur insidentil pembelian susu sapi Padang Panjang untuk pekerja kebersihan kota ini.
Hanya saja peluang besar Padang Panjang dengan sejumlah kota/kabupaten di Sumbar untuk tampil jadi salah satu produsen/pengeksport susu sapi dari Indonesia belum terwujud. Sementara waktu itu perjanjian kerjasama itu tinggal sekitar 3 tahun lagi, karena akan berakhir pada 2023 datang.
Padahal, jika program itu teraplikasi di lapangan, di Sumbar juga akan bisa berdiri berbagai industri hilir, diantaranya pabrik susu bubuk, susu UHT, susu kental manis, keju dan mentega. Berbarengan itu ribuan tenaga kerja akan terserap, mulai dari usaha hulu di peternakan sapi perah itu, aneka usaha hilirnya sampai ke pemasaran.
Di usaha hulu yakni usaha peternakan sapi perah, serapan tenaga kerja itu seperti usaha penyedia rumput pakan sapi. Nanti, rumput di kebun, ladang, parak dan pematang sawah akan bernilai ekomis. Berikut usaha pemotong rumput, pedagang rumput, pemelihara sapi di kandang, pemerah hingga pekerja di tempat pasteurisasi susu.
Wakil Gubernur Sumbar, Audi Joinaldy atas pertanyaan Editor di sela-sela kunjungannya ke Padang Panjang, Minggu (7/3-21) lalu, sangat menyambut baik Sumbar masuk dalam program pengembangan usaha sapi perah di tanah air itu. Kita akan berupaya mengembangkan usaha sapi perah itu di Sumbar, katanya.** ym/yet
Leave a Reply