(31)
Gadih Minang mengkode kawan-kawannya dengan telapak tangan kanan menunjuk ke tempat parkir sepeda. Mereka pun melangkah beriringan menuju tempat parkir sepeda. Pak Gubernur dan rombongan menaiki kendaraannya. Kelima pengurus PPM melangkah menuju Kereta Kencana, melepas tali penambatnya, lalu memundurkannya. Keempat pengurus PPM lainnya menaiki Kereta Kencana. Kakek Ajo Manih Koto menarik tali kekang ketiga ekor kuda. Kereta Kencana pun berjalanlah menempuh Korong Bodi Panyalai.
Kendaraan Pak Gubernur dan rombongan mengiringinya dari belakang. Para tunduik padusi dan tunduik bujang mengiringi kendaraan Pak Gubernur dan rombongan dari belakang. Lima belas menit kemudian Kereta Kencana tiba di jalan di depan rumah gadang tua. Kakek Ajo Manih Koto menghentikan Kereta Kencana. Para sopir pun menghentikan kendaraannya. Pak Gubernur, Tuangku Sulaiman, kelima Pak Bupati turun dari kendaraannya, lalu melangkah beriringan memasuki halaman rumah gadang. Di terasnya, Viktor Tanjung berdiri memandang ke halaman.
“Rumah gadang siapa ini?” tanya Pak Gubernur setelah tiba di halamannya.
“Rumah gadang Pucuk Adat Kaum Maya,” jawab kakek Ajo Manih Koto.
“Mana Beliau?” tanya Pak Gubernur.
“Viktor, bawa Kakek Lu ke depan rumah,” kata kakek Ajo Manih Koto.
“Jangan. Biar kami yang menemui beliau!”
Pak Gubernur, Tuangku Sulaiman dan kelima Pak Bupati melangkah beriringan memasuki rumah gadang
tua itu.
“Izin Kek,” kata ajudan yang didampingi Viktor Tanjung.
Kakek Viktor Tanjung yang duduk membelakang pintu, menoleh ke belakang. Tampak ajudan Pak Gubernur berdiri berdampingan dengan cuternya, Viktor Tanjung.
“Oh ya. Apa?”
“Pak Gubernur, Pak Bupati dan Tuangku ingin silaturahmi,” kata ajudan Pak Gubernur sambil menunjuk ke belakangnya.
Kakek Viktor Tanjung menoleh ke arah yang ditunjuk ajudan Pak Gubernur. Tampak enam pejabat yang berpakaian dinas dan seorang berpakaian muslim sedang melangkah beriringan memasuki rumah, lalu bergantian menyalami beliau.
“Silahkan duduk,” kata kakek Viktor Tanjung.
Pak Gubernur dan rombongan pun duduk di lantai yang beralaskan permadani berwarna merah, hitam dan kuning.
“Mana yang Pak Gubernur?” tanya kakek Viktor Tanjung setelah duduk.
Pak Gubernur mengangkat tangannya. Kakek Viktor Tanjung membaca papan namanya: Zainal Lenggang.
“Iya kata orang. Anak konco arek ambo kini Gubernur di Ranah Minang. Bagaimana kabar konco ambo itu kini? Sehat?” tanya kakek Viktor Tanjung.
“Alhamdulillah. Ayah sehat, Mak Datuak,” jawab Pak Gubernur.
“Alhamdulillah. Kirim salam mamak kepada beliau.”
“Insya-Allah. Ayah sering menyebut nama Mak Datuak, yang hobi membahagiakan orang, apalagi Urang Maya.” Kakek Viktor Tanjung tersenyum.
“Kabarnya Nak Zainal mencalon kembali?”
“Insya-Allah pada Pilkada serentak Ranah Minang yang kedua dua tahun lagi. Mohon dukungan dan doa restu, Mak Datuak dan sanak-kemenakan sekalian,” kata Pak Gubernur.
“Kami berlima juga maju kembali untuk Bupati pada Pilkada serentak pertama Ranah Minang beberapa bulan lagi. Mohon dukungan dan doa restu Mak Datuak beserta sanak-kemenakan sekalian,” sela Pak Pak Bupati Marapi.
“Insya-Allah. Urang Maya sudah pasti memilih calon dari kaumnya sendiri,” kata kakek Viktor Tanjung sambil menepuk bahu Pak Gubernur.
Pak Gubernur melihat dinding dan loteng rumah gadang itu. Bentuknya nyaris sesuai dengan foto yang pernah dilihat Pak Gubernur di rumah orang tuanya.
“Gadih….” kata Pak Gubernur.
“Ya,” kata Gadih Minang yang duduk di belakang Viktor Tanjung.
“Keempat puluh rumah gadang tua sudah selesai direhab?”
“Udah.”
“Bagaimana caranya?”
“Digorokan, tetapi empat kepala tukangnya: batu, kayu, listrik, dan besi, diupah.”
“Berapa lama kalian rehab?”
“Lebih kurang empat bulan.”
“O, begitu. Mak Datuak, permisi, kami mau meninjau pembangunan Nagari Minang,” kata Pak Gubernur.
Pak Gubernur, Tuangku Sulaiman dan kelima Pak Bupati menyalami bergantian menyalami kakek Viktor Tanjung. Lalu mereka keluar dan menaiki kenderaan masing-masing. Gadih Minang dan kawan-kawan, Viktor Tanjung dan kawan-kawan pun menaiki sepedanya masing-masing. Sepuluh menit kemudian, rombongan berhenti di depan kebun dan ladang yang berlokasi di Jorong Kampuang Tangah.
Pak Gubernur, Tuangku Sulaiman dan kelima Pak Bupati turun dari kendaraannya. Tampak tanamannya mulai tumbuh.
“Gadih, apa saja tanamannya?” tanya Pak Gubernur.
“Kelapa, mangga, manggis dan durian. Buahnya diolah jadi makanan kaleng, dipasarkan melalui Mall
PPM Kota Bandung. Buah kelapanya dijadikan minyak tanak. Tempurungnya diolah jadi bara.”
“Baik, kita lanjutkan peninjauan,” kata Pak Gubernur. (Bersambung)
Leave a Reply