Padang, Editor.- Pernyataan Ketua Komisi I DPRD Sumbar Iswandi Latif yang menyatakan DPRD dan Pemprov Sumbar sudah mulai sepaham soal program 1000 Minang Mart (MM) nampaknya belum bisa dibenarkan. Pasalnya, masih ada sejumlah anggota DPRD Sumbar yang belum sepaham, salah satunya sebagaimana diungkapkan H.M. Nurnas, anggota Komisi I lainnya.
Menurut politikus asal partai Demokrat ini, hingga kini dirinya belum bisa menerima begitu saja program yang digagas Irwan Prayitno itu. “Pernyataan Iswandi latif itu hanya kesimpulan sementara dari hasil pertemuan dengan Asisten II Setdaprov Syafrudin dengan Bank Nagari dan Jamkrida, Senin lalu. Sementara saya sendiri, belum sepaham dengan kesimpulan tersebut, karena perlu kajian mendalam yang konfrehensif soal ini,” kata Nurnas di DPRD Sumbar, Jumat (3/6).
Dijelaskannya, ada beberapa persoalan mendasar yang membuat dirinya belum dapat menerima program 1000 MM itu. Salah satu, misalnya menyangkut penggunaan isilah “mart” dalam program tersebut, konotasinya sama dengan toko-toko atau swalayan seperti Alfa Mart, Indo Mart dan sejenisnya. Mestinya istilah itu bisa diganti dengan ‘Toko Minang Tradisional’ atau ‘Toko Moderen Tradisional’
“Padahal, ide awal berdirinya MM ini tak lain untuk memasarkan produk lokal yang bersifat tradisional, dan bukan produk-produk moderen dari Danone dan Uni Lever lainnya. Produk lokal tradisional itu misalnya, karak kaliang, karupuak sanjai, dakak-dakak, kue bawang, sala lauak dan sejenisnya untuk tujuan meningkatkan ekonomi UMKM dan usaha rumah tangga. Kalau tetap menggunakan istilah MM, bisa diartikan MM rasa Alfa Mart atau rasa Indomart lainnya,” jelas Nurnas.
Parahnya lagi, lanjut pria yang dikenal vokal ini, Irwan Prayitno dalam mewujudkan gagasan briliannya itu tak pernah memberi tahu dan duduk semeja dengan DPRD Sumbar. Sebagai mitra kerjanya, Irwan Prayitno telah menyepelekan keberadaan anggota dewan dan mengganggap DPRD ini seperti tidak ada.
Diakuinya, soal pendanaan sepenuhnya ditanggung pengusaha Chairul Tanjung selaku pihak ketiga yang juga pemilik kelompok usaha Trans Mart. Akan tetapi, dalam perjalanannya pihak ketiga ini menggandeng PT. Grafika (perusahaan percetakan), salah satu BUMD milik pemprov yang saat ini kondisinya sedang sakit dan terancam dilikuidasi.
“Secara pribadi, saya setuju dan menyambut baik program MM ini, karena maksud dan tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Tapi, cara dan proses selanjutnya tentu harus diberitahukan kepada anggota dewan, karena jika terjadi persoalan di kemudian hari, juga akan bermuara ke DPRD juga. Kita tak ingin nanti, program ini berakhir seperti proyek pembangunan Kawasan Industri Padang yang tak jelas sampai kini,” kata Nurnas.
Sebagaimana diberitakan Editor sebelumnya, Ketua Komisi I DPRD Sumbar Iswandi Latif menyatakan Eksekutif dan Legislatif sudah sepaham dalam menyikapi program 100 MM ini. “Sebelumnya, ada penafsiran yang berbeda antara legislatif dan eksekutif dalam menyikapi permasalahan Minang Mart ini. Namun, setelah adanya pertemuan dengan Bank Nagari dan Jamkrida ini, pemahaman kita (antara eksekutif dan legislatif) sudah sama,” kata Ketua Komisi III DPRD Sumbar Iswandi Latif usai pertemuan tersebut, Senin (30/5).
Diakuinya, PT. Grafika yang juga ikut dalam salah satu dari tiga BUMD milik pemerintah sebagai regulatornya dikuatirkan dapat mengganggu program MM ini karena BUMD yang satu ini selalu gagal menjalankan misinya dan terancam dilikuidasi. Namun, setelah mendengarkan paparan dari pihak Bank Nagari, Jamkrida dan Asisten II Syafrudin, kekuatiran itu seakan tak beralasan.
“Jadi, intinya tak ada persoalan antara eksekutif dan legislatif dalam persoalan ini. Cuma tinggal lagi, bagaimana pemikiran pemerintah daerah itu perlu dituangkan dalam bentuk kebersamaan, sehingga nanti ketemu titik temunya. Sebab, selama ini persoalannya dipolitisir karena tidak ada titik temunya,” ujar Iswandi berharap terjalin komunikasi harmonis antara eksekutif dan legislatif.**Herman/Martawin
Leave a Reply