Prof. Nusyirwan Effendi, Memahakaryakan Budaya Minang

Padang, Editor.- Makalah berjudul  “Mencari Strategi Kebudayaan Dalam Hegemoni Pengaruh Global” yang disampaikan Prof. Nusyirwan Effendi dalam forum diskusi Sebab (Seniman Bicara Akhir Bulan) di Ladang Tari Nan Jombang, Balai Baru Padang berkembang menjadi pembicaraan membincang Dinas Kebudayaan Prov. Sumbar yang keberadannya sedang dipersiapkan dan digodok di DPRD Sumbar.

Menurut Nusyirwan Effendi, dalam memahami konsep hegemoni, ada sejumlah penekanan yang perlu diperhatikan yaitu asumsi (1) terbentuk dan berkembangnya kelas-kelas sosial, (2) strategi kekuasaan dan pemaksaan, dan (3) tujuan untuk melanggengkan posisi berkuasa. Jadi, konsep hegemoni di dalamnya terdapat gagasan Kelas sosial, Kekuasaan dan Posisi abadi. Penekanan ini semua adalah untuk mencocokkan pemahaman hegemoni budaya global terhadap budaya lokal.

Tegasnya, realitas globalscapeadalah keterwakilkan dari adanya hegemoni budaya global terhadap budaya lokal. Untuk itu, diperlukan beberapa inidikasi dari berlangsungnya hegemoni budaya global tersebut, yaitu:

1. Terdapat gambaran kelas-kelas kebudayaan di dunia, yakni budaya global dianggap berada di kelas atas dan budaya lokal yang berada di kelas bawahnya. Faktanya, cara-cara hidup global dianggap lebih tinggi daripada cara-cara hidup yang bersumber dari budaya lokal. Pada konteks ini, budaya lokal perlahan mengalami pelemahan posisi dan makna dan cenderung akan mati akibat tekanan kuat dari budaya global. Dalam praktek, eksistensi budaya lokal yang diambil dari unsur seni, tradisi, produk gagasan lainnya, harus berusah payah menembus lapisan kelas budaya global untuk bisa tampil. Tetapi, kebalikannya, seni dan gaya hidup budaya global dengan mudahnya masuk ke dalam lingkungan budaya lokal.
2. Terdapat proses pemaksaan (coercion) yang seolah dimaklumi oleh budaya lokal untuk menerima kehadiran budaya global di ranah kehidupan mereka, melalui cara-cara penetrasi dalam siklus interaksi antar bangsa negara maju dan mekanisme pasar bebas dunia. Ada rasa bangga dari pelaku budaya lokal dengan mengadopsi unsur budaya global, karena terpaksa, agar paparan budaya lokal dapat diterima dalam tataran budaya global. Sebaliknya, berbagai wujud karya seni dan tampilan budaya global tidak bisa ditolak kehadirannya dan dianggap lebih baik nilainya daripada budaya lokal yang dimiliki.
3. Identitas budaya lokal mengalami perubahan wujud dan makna, dimana unsur atau elemen gaya hidup global harus menjadi warna dari dan pada kondisi tertentu sebagai penentu identitas budaya lokal. Secara sederhana, penampilan seni tari ataupertunjukan tradisi masyarakat lokal harus diiringi oleh aplikasi elemen marterial modern dan berkarakter sesuai dengan gaya hidup modern. Contoh terbaru adalah tampilan tari Kecak, yang modern, pada acara World Culture Forum 2016 di Bali beberapa minggu lalu.

Dalam dialog yang dipandu Vivery Yudhi selanjutnya, Nusyirwan juga mengemukakan, punggawa kebudayaan Minangkabau dan lembaga terkait, terutama Dinas Kebudayaan Sumbar yang kini tengah digodok beradaannya, sudah saatnya me-maha karya-kan budaya Minang, meskipun sesungguhnya budaya Minang itu telah menjadi salah satu maha karya budaya nasional, bahkan internasinal.

Hal tersebut ditanggapi positif oleh para audeien yang rata-rata adalah budayawan dan seniman ternama. Terutama Darman Munir yang lebih banyak berbicara tentang peran, tugas dan fungsi Dinas Kebudayaan Sumbar.

“Kita berharap Dinas Kebudayaan tidak menjadi “broker” kesenian seperti lembaga yang ada selama ini,” kata Darman Munir.

Sementara itu Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno lewat beberapa pantun menekankan betapa pentingnya masyarakat Sumbar menjaga, mengembangkan dan melestariakn budaya Minangkabau. Dari itulah perlu adanya Dinas Kebudayaan Prov. Sumbar yang akan menjadi wadah untuk kepentingan tersebut.

Dalam diskusi yang berlangsung hangat dan dinamis tersebut ikut berbicara Ketua Komisi I DPRD Sumbar Aristo Munandar, Ketua Komisi V Hidayat, Pemred Harian Singgalang Khairul Jasmi, Kepala Bappeda Kab. Solok Taufik Effendi dan beberapa seniman lainnya yang pada umumnya berbicara tentang peran dan fungsi Dinas Kebudayaan Sumbar.

Selain punggawa kebudayaan Sumbar dalam “Diskusi Sebab” yang digelar setiap akhir bulan dan dimotori oleh Ery Mefri sejak dua tahun lalu itu, tampak hadir anggota DPD RI Nofi Candra yang mengatakan, kegiatan seperti itu harus diapresiasi oleh masyarakat Minang dan lembaga terkait karena bisa menjadi solusi dalam pengembangan dan pelestarian budaya Minang, ** Rhian