Mentawai, Editor.- Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai terus melakukan berbagai usaha dalam mempromosikan dan melestarikan budaya Bumi Sikerei ini. Ini terlihat dengan diadakannya berbagai event yang dapat menarik minat wisatawan berkunjung ke Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Salah satu event yang dapat menarik wisatawan adalah Festival Panah Tradisional Mentawai yang diselenggarakan selama dua hari, dari tanggal 26-28 Juli 2017 di desa Muntai Siberut Selatan. Festival panah yang diikuti oleh 100 orang peserta dewasa yang siap bertarung dengan keahlian bidiknya pada masing- masing sasaran.
Lokasi yang dipilih untuk pelaksanaan adalah desa Muntai, dimana desa ini memiliki tradisinya dimana masyarakatnya masih menggunakan panah untuk berburu. Selain itu dijelaskan Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata pemuda dan Olah Raga Kabupaten Kepulauan Mentawai Desti Seminora SE, lokasinya dekat dari pelabuhan ibukota kecamatan, sehingga tidak sulit bagi peserta yang akan bertanding dan wisatawan yang hendak menyaksikannya.

Dikatakan Desti, kita akan membuat event ini di setiap kecamatan, dan pertama kita mulai dari Dinas dulu. Nanti apabila masyatakat dan kelompok serta pemudanya sudah bisa.membikin sendiri, kita tinggal mendorong.
“Kita akan memunculkan imej dari masyarakat kalau event ini adalah event mereka, dan tentu mereka akan menjaganya,
kata Desti.
Mulai Rabu sore pada 26 Juli 2017, lokasi tempat penyelenggaraan yang dipusatkan di lapangan Muntai sudah dipenuhi oleh panitia, peserta, dan para Sikerei yang akan tampil baik pada acara pembukaan malamnya harinya.
Acara pembukaan yang berlangsung meriah itu diisi dengan penampilan atraksi kesenian dari para Sikerei dengan membawakan tarian asli Mentawai dan juga tari- tarian kreasi antara tari tradisional dan gerakan modern yang dibawakan oleh para generasi muda yang tergabung dalam sanggar tari Manai Sikerei dibawah binaan Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga.
Acara dibuka oleh Wakil Bupati Kortanius Sabeleake yang juga dihadiri segenap unsur Muspida Kabupaten Kepulauan Mentawai. Selain pejabat kabupaten juga hadir staf dari Kepresidenan dan juga unsur Perbankan dan General Manager Garuda Indonesia untuk Sumbar, Sony Syahlan.
Wakil Bupati Kortanius dalam sambutan pembukaannya mengatakan, tradisi panahan harus dimaknai dalam kehidipan modern sebagai peradaban baru, namun tradisi tetap dilaksanakan. generasi muda harus punya target kedepannya.
Korta menekankan, jadikan budaya sebagai akar untuk mencapai tujuan yang lebih jauh. Untuk bisa berperan lebih jauh hanya bisa dengan pendidikan.
Lebih jauh Korta mengatakan, jika dimaknai dalam kehidupan sehari- hari, panah merupakan bahagian dari kehidupan masyarakat Mentawai. Panah tidak hanya sekedar untuk membela diri, namun juga dimanfaatkan sebagai alat untuk berburu yang disebut dalam bahasa Mentawai “Murourou” yang artinya mencari buruan.
Berburu di Mentawai mempunyai makna tersendiri, tidak hanya sekedar berburu saja..Penggunaan anak panah itu sesuai dengan terget buruan.Ada anak panah yang ujungnya dari kayu, besi,dan ada juga anak panah yang ujungnya tumpul.
Anak panah yang ujungnya dari kayu dan runcing, itu disebut Murourou. Jika anak panah sudah tertancap pada buruan, ujungnya akan patah dalam tubuh buruan. Dalam hitungan satu hingga lima menit target itu akan mati sesuai dengan dosis racun yang ada pada anak panah tersebut.
Lebih jauh dijelaskan Korta, anak panah Mentawai ada juga yang memiliki ujung tumpul. Anak panah ini biasanya digunakan untuk memanah ayam atau burung. Anak panah yang berujung tumpul ini tidak melukai, tapi mematahkan dan meremukkan tulang buruan
Pada hari pertama pertandingan panah, Sokerei Aman Boiroi Ogok dan Litek memperagakan proses pembuatan racun panah dari bahan tumbuhan hutan yang dicarinya dari dalam hutan disekitar lokasi.
Aman Boiroi Ogok dan Litek dengan tangan trampilnya meracik ramuan racun panah diatas pentas pertunjukan dengan disaksikan oleh para pengunjung yang ada di lokasi festival. Bahan- bahan racun panah itu terlihat sederhana yang terdiri dari tumbuhan batang raggi, akar laingik (akar tuba), cabe rawit, kulit kayu lappak, lengkuas (bagglau) .
Seluruh bahan tersebut diolah dengan.menggunakan alat yang telah mereka sediakan seperti parang untuk mengikis kulit batang raggi, penjepit kayu dalam bahasa Mentawai disebut pepecle, gelang dari rotan yang disebut leccu, pemarut dari duri dahan ruyung yang disebut lulak, baki tradisional Mentawai disebut tutudu serta tempurung untuk menampung perasan bumbu racun tersebut.
Setelah hasil perasan ramuan itu ditampung dalan tempurung, cairan itu dioleskan ke mata anak panah dengan menggunakan ekor tupai yang ditancapkan ke bamboo, sehingga membentuk kuas kecil. Racun panah tersebut tidak membunuh kalau termakan.Bahlan untuk mencoba sudah tepat atau belumnya ramuan racun itu untuk digunakan pada ujung anak panah sebelumnya dijilat dahulu. Racun panah itu menjadi berbahaya apabila mengenai bagian tubuh terluka .
Selama meracik racun panah dikatakan Aman Boroi Ogok, dia menjalani pantangan tidak boleh nelajikan hubungan suami isteri,sedangkan bagi yang masih lajang tidak boleh menggoda perempuan. Pantangan itu diberlakukan sejak mulai membuat panah, meracik racun dan berburu.
Festival ditutup pada hari Jumat malam oleh Bupati Yudas Sabaggalet, SE,MM sekaligus penyerahan hadiah bagi para pemenang. Dikatakan Yudas, festival ini bukan hanya sekedar pameran budaya ataupun perhelatan ekonomi, namun juga memberikan edukasi pemanfaatan Sumber Daya Manusia ( SDM )dan yang terpenting adalah tentang identitas jati diri dan keberadaan orang Mentawai.
Yudas berharap kedepannya festival panah ini dapat go internasional dan ia meminta kepada Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga Desti Seminora agar ditulis dalam bahasa Inggeris dan disebarkan supaya turis mancanegara datang ke Mentawai.
Pariwisata merupakan gerbong penggerak ekonomi. Jadi harus optimis. Kalau setiap minggu ada kegiatan seperti ini berapa roda ekonomi berputar. Yudas mengatakan, setelah dia mendatangi masing- masing stand, dia mendapat informasi dari penjual di stand bahwa satu hari dapat masukan Rp 1,3 juta rupiah bahkan sampai Rp 3 dan 5 juta.
Selain itu Yudas juga meminta kepada pengusaha penginapan agar berbenah. Penginapan harus bersih dan meminta rumah masyarakat juga harus bersih.
Pada festival panah tradisional ini Bastian Gitok keluar sebagai pemenang pertama dengan nilai 93 dan berhasil membawa hadiah berupa uang Rp 7 juta rupiah. Sedangkan juara kedua diraih oleh Kornelius Turen dengan nilai 92 dan hadiah 5Rp juta dan juara ketiga Pijapius dengan nilai 85 dan uang Rp 4,5 juta.
Untuk tingkat anak- anak Daus Satototakek berhasil meraih juara pertama dengan nilai 74 dan uang Rp 1 juta. Sedangkan Hendrikus Saumanuk metaih juara dua dengan nilai 81 dan uang Rp 500 ribu dan juara ketiga Aksan Saluluni nilai 80 dan uang Rp 300 ribu. ** Daniwarti
Leave a Reply