Singkarak, Editor.- Ungkapan anggota DPR RI Andre Rosiade yang mengatakan, PT Kalulu Maritima Utama (KMU) perusahan milik H.Epyardi Asda yang saat ini menjabat Bupati Solok, menjadi “anak emas” PT. Pelindo, dibantah keras oleh Epyardi mantan anggota DPRR RI tiga periode tersebut
Hal itu dinyatakan Epyradi Asdadi saat ditemui di obyek wisata Cinangkiak Dream Park, Singkarak, Kabupaten Solok, Minggu (4/7)sore.
Sebagaimana yang sebelumnya diungkapkan kepada www.konkrit.com dan beberapa media lain pada siang harinya, Minggu (4/7) Epyardi Asda menjelaskan, “Saya berkecimpung di pelabuhan Tanjung Priok dari tahun 1996, sedangkan saya mulai menjadi anggota DPR RI dari tahun 2004. Semasa saya berkecimpung di pelabuhan itu, pelabuhan pada waktu itu melakukan tender resmi pada tahun 2000 pertamanya. Yang ikut banyak sekali sampai 70 perusahaan, karena PBM disitu sampai seratus lebih. Alhamdulillah, saya menjadi salah satu pemenang TO atau birai yang di tenderkan oleh Pelindo walau saya baru di pelabuhan,” ucap Epyardi mengawali cerita.
Di jelaskannya, bahwa dulunya itu pada tahun 2000 di pelabuhan tanjung priok, dermaganya sudah terbagi menjadi 17 sampai dengan 18 melalui tender resmi dengan kontrak masing-masing 5 (lima) tahun, atau yang disebutkannya dengan istilah birai. Dimana setiap dermaga sudah dibagi kepada perusahaan yang ada pada waktu itu sesuai dengan masing-masing klasifikasi mereka masing-masing sambil dirincikan satu persatu oleh Epyardi.
Kemudian terkait dengan panjang dermaga yang dijadikan tempat usahanya yang dikatakan mencapai 600 meter, Epyardi menyebutkan bahwa panjang dermaga disana tidak ada yang mencapai 600 meter, yang ada itu adalah sekitar 400 sampai 500 meter. Dan pada prinsipnya walaupun sebagai terminal operator, yang pengelola pelabuhan tetap adalah Pelindo. Dimana perusahaannya hanya mengusulkan kapal yang akan datang, tapi untuk meng-upload tetap dari Pelindo. Kalau dulu langsung yang namanya PPSA, kalau sekarang karena sudah sistem online sesuai dengan jadwal kapal perusahaanya. Dimana kapal yang bersandar di dermaga yang dikelolanya itu rata-rata adalah kapal milik luar negeri dengan panjang 100 sampai dengan 200 meter dan bongkar muat perusahaan miliknya disana, bongkar muatnya rata-rata pertahun 10.000 ton sampai dengan 50.000 ton satu kapal.
“Pada tahun 2010 tender habis, direksi berubah. Waktu itu direktur yang baru memiliki pemikiran visioner yang cukup bagus, dimana beliau menginginkan pelabuhan Tanjung Priok bertaraf internasional, seperti di Malaysia, Singapura dan pelabuhan lainnya,” imbuhnya.
Dijelaskannya, pimpinan yang baru ditahun 2010 membuat aturan baru dengan menseleksi semua perusahaan yang ada di Tanjung Priok, dimana dari 90 sampai dengan 100 perusahaan yang ada, PT Kaluku termasuk salah satu yang lolos, dan mendapat rangking nomor dua dari segala aspek profesionalitas, baik dari aspek keuangan, aspek marketing, maupun aspek kinerja dari perusahaan. Selanjutnya bagi perusahaan yang telah lolos kualifikasi oleh direktur pada waktu itu, diwajibkan melakukan investasi untuk peningkatan pelayanan di pelabuhan, baik investasi SDM yang harus profesional, termasuk juga investasi alat dan dijanjikan akan diberikan kontrak 15 sampai dengan 20 tahun.
“Karena ditempat saya itu diwajibkan ada lima Harbour Mobile Crane (HMC), sehingga saya memutuskan mengambilkan barang dari Jerman yang paling top di dunia waktu itu yang mampu mengangkat muatan hingga 100 ton. Karena direksi pada waktu itu mewajibkan semua kapal yang masuk wajib memakai crane darat dengan tujuan kegitan bongkar muat dipelabuhan itu bisa cepat, sehingga kalau ditotal saya berinvestasi pada waktu itu sekitar 15 juta Euro,” papar Epyardi.
Kemudian, termasuk karena aturan direksi Pelindo pada waktu itu juga melakukan peralihan gudang yang jaraknya cukup jauh dari tempat bongkar muat awal, perusahaan juga diwajibkan lagi berinvestasi untuk pengadaan truck pengangkut. Namun karena kewenangan terbatas sebab umur direksi itu hanya 5 (lima) tahun, maka kepengurusannya sampai kepada kementrian BUMN. Dan dari tahun 2012 banyak perusahaan yang dapat, baru mau berinvestasi berlomba-lomba datang ke BUMN, sementara dirinya menyerahkan kepada Pelindo. Menurutnya, pada titik itulah pertanyaan besarnya.
“Saya di komisi lima, saya tidak tahu siapa manage BUMN, artinya tidak berkomunikasi, karena tidak mitra saya. Saya menemui jalan buntu untuk mengurus. Pelindo sendiri mengatakan, yang aktif mengurus itu adalah perusahannya sendiri untuk memenuhi kelengkapan administrasi, dan segala kebutuhan lainnya, dan semuanya sudah saya bentuk tim untuk melakukan itu. Malang bagi Kaluku, Kaluku tidak tembus kekementerian, bahkan saya sampai menemui Wamennya dan diarahkan kepada Deputi Logistik pada waktu itu. Sehingga saya datangi, dan malahan menunggu sampai tiga jam, tapi tetap katanya dia tidak ada. Pada waktu itu saya merasa sudah ada masalah, merasa perusahaan saya tidak dapat, sehingga menyerahkan saja semuanya pada Pelindo. Lalu direksi menyatakan yang lain mendapatkan 20 tahun, naifnya bagi perusahaan saya, hanya dapat 5 tahun, padahal perusahaan saya paling bonafit pada saat itu. Padahal perusahaan saya bongkar muat tiap tahun tidak kurang dari 2 juta Ton, tetapi saya tetap berbesar hati saja” tuturnya.
Tapi tidak patah arang, dengan penuh semangat Epyardi makin menjadi menjalankan perusahaanya dengan melakukan bebagai perbaikan di perusahaan, termasuk terus gesit melakukan kegiatan marketing kepada perusahaan perkapalan di luar negeri. Kemudian yang disayangkannya pada waktu itu adalah Perusahaan yang telah ditunjuk sebagai pemenang, karena tidak sanggup berinvestasi malah menjual perusahaan mereka kepada pihak asing, karena mereka rata-rata tidak sanggup berinvestasi, padahal sudah ditentukan. Menurut H. Epyardi asda, beroperasi dan bertahannya PT. Kaluku sampai sekarang di Pelabuhan Tanjung Priok tidak lepas dari konsistensi perusahaanya dalam bekerja, dengan tetap mengutamakan profesionalitas dalam bekerja, dan tidak ada hubungannya dengan jabatan dirinya semasa di DPR RI, apalagi sampai dihubung-hubungkan dengan anaknya yang sekarang ada di Komisi V DPR RI.
Kemudian terkait mengenai tarif bongkar muat di perusahaannya yang dianggap mahal, H. Epyardi Asda kembali tersenyum, dan menduga, yang bertanya itu tidak paham. karena katanya, tarif itu adanya melalui aturan.
“Tarif itu disepakati sesuai dengan aturan Kepmen, dimana tarif di tetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antara asosiasi terkait. Disitu ada namanya asosiasi perusahaan bongkar muat, asosiasi MKR, Apeksi, inti, organda dan lain-lain bersama Pelindo dan pemerintah. Jadi tarif itu tidaklah keputusan perusahaan pribadi,” terang Epyardi.
Berikut, H. Epyardi juga membantah, bahkan mempertanyakan kepada orang yang mengatakan di dermaga Pelindo ada antrian kapal sampai 20 kapal, sementara di tempatnya hanya ada 2.
“Kasih tahu ke saya 20 kapal dari mana. Kapal apa yang dibongkar 20? Kapal ikan ya? Coba cek ke statistik Pelindo, karena sekarang saja kapal jarang di Tanjung Priuk. Justru dermaga yang sering penuh di dermaga tempat perusahaann saya,”ucap Epyardi.
Dikatakan, 2014 perusahaanya mendapat kontrak 5 tahun. Tapi hanya kapal besar yang boleh bersandar tapi harus izin Pelindo. Benefitnya kapalnya diutamakan.
Pada saat berjalan, akhirnya alat yang ia beli untuk tambahan investasi (kontainer) tidak banyak dipakai karena tidak banyak yang menggunakan karena ada perubahan aturan.
“Sehingga puluhan milyar alat ini jadi besi bekas. Saya masih sabar dan tetap mejaga performance kerja, hingga akhirnya terbukti perusahaan saya mendapat penghargaan, bahkan pada saat corona tahun kemaren, perusahaan saya masih bisa bongkar muat sampai 2 juta ton per tahun,”kata Epyardi
Dikatakannya, untuk alat ia pun harus membayar kontribusi 25 persen ke Pelindo dari tagihan alat yang ditagih. Namun, perusahannya menjadi salah satu yang bisa melakukan bongar muat untuk 100 ton bahkan 200 ton.
“Lalu kenapa harganya 20 ribu karena itu tadi harus bayar 25 persen kalau tempat lain murah karena beda alat itu. Jadi justru dengan alatnya yang canggih akan mempercepat bongkar muat sesuai dengan program Pak Jokowi mempecepat aktivitas pelabuan atau tol laut,”ucapnya.
Ia mengungkapkan, kalau dikatakan perusahannya istemewa, mungkin benar, bukan karena hal lain, tapi karena memang penghargaan yang di berikan dari Pelindo sebagai perusahaan profesional dengan market terbaik.
“Alhamdulilh perusahan saya masih eksis meski masih corona. Karena kami bekerja profesional,” katanya.
Epy mempertanyakan kenapa perusahaanya disorot, padahal masih banyak perusahan konglomerat yang bukan orang lokal atau asing.
Dikatakannya, seharusnya orang yang menuduh perusahannya itu, bangga ada warga lokal yang mampu bersaing di pelabuhan internasional.
“Saya investasi sesuai dengan pogram Pak Presiden kita Pak Jokowi untuk mempesingkat waktu bongkar muat, percepat masa kapal sandar. Untuk itu yang saya lakukan adalah alat bongkar muat harus yang mumpuni. Termasuk menyediakan SDM yang profesional, termasuk alat bantu semua saya siapkan,” tuturnya.
Bahkan dikatakan Epy Pelindo pun mencoba membeli saham perusahaannya karena dinilai berpotensi bagus.
“Saya katakan silahkan (untuk ambil sahamnya) pak!, yang penting saya bisa berusaha, bahkan Pelindo sudah membentuk tim untuk ini. Tapi karena covid dan ada rencana merger jadi sekarang Pelindo sibuk untuk itu. Saya menunggu saja, kalau diambil saham saya sebahagian juga tidak masalah, saya tidak tamak kok,” tuturnya. ** Rhian/Dedi
Leave a Reply